Distribusi Pendapatan dan Kekayaan dalam Islam*
Dengan komitmen Islam
yang khas dan begitu kuat terhadap persaudaraan manusia juga keadilan
social dan ekonomi, maka ketidakadilan pendapatan dan kekayaan
bertentangan dengan semangat Islam. Ketidakadilan dalam hal itu bukannya
membangun namun akan menghancurkan rasa persaudaraan yang ingin
ditumbuhkan oleh Islam. Selain itu, karena berdasarkan Al Qur`an semua
sumber daya adalah anugerah dari Allah bagi umat manusia
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu” [QS Al Baqarah(2):29]
maka tidak ada alasan
kekayaan sumber daya tersebut tetap terkonsentrasi pada beberapa pihak
saja. Oleh karena itu, Islam menekankan keadilan distributif dan
menerapkan dalam sistem ekonominya program untuk redistribusi pendapatan
dan kekayaan sehingga setiap individu mendapatkan jaminan standar
kehidupan yang manusiawi dan terhormat. Hal inipun selaras dengan
perhatian Islam terhadap martabat manusia yang melekat dalam ajaran
Islam yaitu sebagai khalifah atau wakil Allah dimuka bumi.
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi” [QS Al Baqarah(2):30]
Masyarakat Muslim yang
gagal untuk memberikan jaminan standar kehidupan yang manusiawi
tidaklah pantas mendapatkan nama `masyarakat Muslim`, sebagaimana
Rasulullah menyatakan
`Bukanlah seorang Muslim yang makan hingga kenyang sementara tetangga sebelahnya kelaparan`[1]
`Umar, khalifah kedua,
dalam salah satu pidatonya menjelaskan keadilan sistem redistribusi
dalam Islam bahwa semua orang memiliki hak yang sama dalam kekayaan yang
dimiliki masyarakat, sehingga tidak seorang pun, termasuk Beliau, bisa
menikmati hak yang lebih dibandingkan orang lain. Dan seandainya `Umar
hidup lebih lama maka ia akan menyaksikan hal tersebut dimana seorang
penggembala di bukit San`a sekalipun mendapat bagian kekayaannya.[2]
Khalifah `Ali diriwayatkan telah menekankan dalam perkataannya `Allah
telah mewajibkan bagi orang-orang yang kaya untuk memberi kepada orang
miskin apa yang mencukupi bagi mereka. Apabila orang miskin kelaparan
atau tak memiliki pakaian, atau mengalami masalah, maka hal ini terjadi
karena orang-orang kaya telah mengambil hak mereka, dan Allah akan
membuat perhitungan akan hal tersebut dan menghukum mereka.[3]Para
ahli hukum Islam hampir seluruhnya sepakat bahwa adalah tugas dari
semua anggota masyarakat Muslim secara umum dan secara khusus
orang-orang kaya diantara mereka untuk memenuhi kebutuhan dasar
orang-orang miskin. Dan Apabila orang-orang yang kaya tidak memenuhi
amanah ini, padahal mereka memiliki kemampuan untuk itu, maka pemerintah
dapat bahkan harus memaksa mereka untuk melaksanakan tanggung jawab
mereka.[4]
Program Islam untuk
redistribusi kekayaan terdiri dari tiga bagian. Pertama, sebagaimana
dibahas sebelumnya, ajaran Islam mengarahkan untuk memberikan
pembelajaran atau pemberdayaan kepada para penganggur untuk bisa
mendapatkan pekerjaan yang bisa memberi penghidupan bagi mereka, serta
untuk memberikan upah yang adil bagi orang-orang yang sudah bekerja.
Kedua, ajaran Islam menekankan pembayaran zakat untuk redistribusi
pendapatan dari orang kaya kepada orang miskin[5]
yang karena ketidakmampuan atau cacat (secara fisik atau mental, atau
faktor eksternal yang diluar kemampuan mereka, misalnya pengangguran),
tak mampu untuk memperoleh kehidupan standar yang terhormat dengan
tangan mereka sendiri. Dengan redistribusi ini maka akan tercapai
kondisi sebagaimana disebutkan oleh Al Qur`an
“…supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja diantara kamu.” [Q Al Hasyr(59):7]
Ketiga, pembagian
harta warisan dari orang yang telah meninggal kepada beberapa orang
sesuai aturan Islam sehingga menguatkankan dan mempercepat distribusi
kekayaan dalam masyarakat.
Konsep Islam tentang
keadilan distribusi pendapatan dan kekayaan, juga konsep keadilan
ekonomi tidak mengharuskan semua orang mendapat upah dalam jumlah yang
sama tanpa memperdulikan kontribusinya bagi masyarakat. Islam
mentoleransi adanya perbedaan dalam pendapatan karena setiap orang tidak
memiliki karakter, kemampuan dan pelayanan kepada masyarakat yang sama.
“Dan
Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia
menginggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa
derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.” [QS
Al An`aam(6):165]
“Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezeki…” [QS An Nahl(16):165]
“…Kami
telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia,
dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain
beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian
yang lain. Dan rahmat Tuhhanmu lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan.” [QS Az Zukhruf(43):32]
Oleh karena itu,
keadilan distributif dalam masyarakat Islami membolehkan adanya
perbedaan dalam pendapatan yang sesuai dengan nilai kontribusi atau
layanan yang diberikan dimana setiap individu memperoleh pendapatan
sesuai dengan nilai social dari layanan yang ia berikan kepada
masyarakat. Namun perlu dicatat bahwa jaminan terhadap standar hidup
yang manusiawi bagi semua anggota masyarakat melalui pengaturan zakat.
Penekanan ajaran Islam
terhadap keadilan distributif begitu tegas sehingga telah ada sebagian
Muslim yang meyakini konsep persamaan kekayaan secara absolut. Abu Dzar,
seorang sahabat Rasulullah, berpendapat bahwa tidak halal bagi seorang
Muslim untuk memiliki kekayaan melebihi kebutuhan dasar keluarganya.
Namun, kebanyakan sahabat Rasulullah tidak sepakat dengan pandangan
ekstrimnya ini bahkan mencoba untuk membujuk Abu Dzar untuk merubah
pandangannya.[6]
Namun Abu Dzar sekalipun tidak memihak kepada konsep nilai penghasilan
yang sama namun Beliau berpendapat tentang kesamaan akumulasi kekayaan.
Tentang itu, Abu Dzar pun menegaskan bahwa kesamaan akumulasi kekayaan
bisa diraih bila semua kelebihan pendapatan atas kebutuhan mendasar (al-`afwa)
dikeluarkan oleh orang tersebut untuk menolong nasib saudara-saudaranya
yang kurang beruntung. Meskipun Islam sangat menekankan pentingnya
keadilan distributif, namun para ulama Islam sepakat bahwa bila seorang
Muslim meraih kekayaannya dengan cara yang benar, dan dari pendapatan
dan kekayaannya itu ia telah memenuhi kewajibannya berkontribusi bagi
kesejahteraan masyarakat dengan membayar zakat dan kontribusi lainnya,
maka tidak masalah meskipun ia memiliki kekayaan melebihi saudara Muslim
lainnya.[7] Pada
kenyataannya, apabila ajaran Islam mengenai halal dan haram dalam
memperoleh kekayaan diikuti, prinsip keadilan bagi pekerja dan konsumen
diterapkan, pengawasan terhadap redistribusi pendapatan dan kekayaan
serta hukum Islam tentang harta waris ditegakkan, maka tidak akan
terdapat ketidakadilan dalam pendapatan dan kekayaan dalam masyarakat
Muslim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar